Rabu, 10 September 2025

#6 Kajian Kitab Nashoihul Ibad: Arah Hidup Kita, Surga atau Neraka?

Kajian rutin setiap Rabu Pagi edisi ke 6 KUA Kalimanah Purbalingga, membahas tentang Arah Hidup Kita, Surga atau Neraka dari Kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Rabu (10/9/2025). (Foto: Azizah Dwi Purba)

Purbalingga-Kajian rutin Rabu pagi KUA Kalimanah yang singkat namun cukup mendalam ini dihantarkan oleh PAI KUA Kalimanah Pujianto dan
makna dan kandungan (Sarah atau penjelasan) oleh Amin Muakhor, Rabu (10/9/2025).

Ada empat topik yang dikupas sebagian dari mutiara hikmah yang terdapat dalam Kitab Nashoihul ‘Ibad karya ulama besar Nusantara, Syekh Nawawi al-Bantani rahimahullah, tepatnya pada Bab 2, maqolah ke-6 hingga maqolah ke-9.

Keempat maqolah ini sarat dengan nasihat dan peringatan tentang orientasi hidup manusia, prioritas amal, serta bahaya maksiat dan keutamaan takwa.

Pokok-pokok kajian ini meliputi:
1. Maqolah ke-6 – tentang dua pencarian: ilmu yang menuntun ke surga, dan maksiat yang menyeret ke neraka.
2. Maqolah ke-7 – tentang kemuliaan seseorang yang menjaga dirinya dari maksiat dan bijaknya orang yang mengutamakan akhirat.
3. Maqolah ke-8 – tentang dua jenis “modal hidup”: takwa yang membawa keuntungan besar dalam agama, dan dunia yang membawa kerugian besar.
4. Maqolah ke-9 – tentang dua akar maksiat: syahwat yang masih bisa diampuni, dan kesombongan yang menyebabkan laknat.

BACA: https://kuakalimanah.blogspot.com/search/label/Kajian%20Kitab

Semoga kajian ini dapat menjadi cermin bagi diri kita, agar senantiasa menata niat, memperbaiki amal, dan menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam kehidupan dunia yang singkat ini. Kami berharap, dengan memahami isi dan makna maqolah-maqolah tersebut, kita mampu memperkuat komitmen untuk menjadi pribadi yang bertakwa, menjauhi maksiat, serta mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala dengan ilmu yang benar dan amal yang ikhlas.

Akhirnya, semoga Allah memberkahi majelis ini, menjadikannya sarana turunnya rahmat, dan mendatangkan manfaat dunia akhirat bagi kita semua.

Bab 2 Maqolah 6: Dua Pencarian

(وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةُ (عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَكَرَّمَ وَجْهَهُ (مَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَتْ الْجَنَّةُ فِي طَلَبِهِ وَمَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْمَعْصِيَةِ كَانَتْ النَّارُ فِي طَلَبِهِ) أَيْ مَنْ اشْتَغَلَ فِي الْعِلْمِ النَّافِعِ الَّذِي لَا يَجُوزُ لِلْبَالِغِ الْعَاقِلِ جَهْلُهُ كَانَ فِي حَقِيقَةٍ طَالِبًا لِلْجَنَّةِ وَلِرِضَا اللَّهِ تَعَالَى وَمَنْ كَانَ مُرِيدًا لِلْمَعْصِيَةِ كَانَ فِي الْحَقِيقَةِ طَالِبًا لِلنَّارِ وَلِسَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى.

Maqolah yang ke enam (dari ali radhiallahu anhu) wakarroma wajhahu (Orang yang ada dalam mencari ilmu maka ada surga dalam pencariannya. Orang yang ada dalam mencari maksiat maka ada neraka dalam pencariannya) Maksudnya orang yang sibuk dalam ilmu yang bermanfaat yang tidak boleh bagi orang baligh yang berakal tidak tahu tentang ilmu tersebut pada hakikatnya ia sedang mencari surga dan ridho Allah Subhanahu Wata'ala. Dan barang siapa yang menginginkan perbuatan maksiat pada hakikatnya ia sedang mencari neraka dan murka Allah Subhanahu Wata'ala.

Makna dan Kandungan:
Orang yang mencari ilmu yang bermanfaat (ilmu syar'i yang wajib diketahui setiap Muslim baligh) sejatinya sedang mencari surga dan ridha Allah. Sebaliknya, orang yang mencari maksiat sejatinya sedang mencari neraka dan murka Allah. Ini menggambarkan bahwa aktivitas dan orientasi hidup seseorang akan mengarahkannya kepada tujuan akhir: surga atau neraka.

Ada hubungan langsung antara niat, usaha, dan akibat akhir (hisab). Mencari ilmu bukan sekadar rutinitas intelektual, tetapi termasuk bentuk ibadah yang sangat mulia. Orang yang dengan sadar terus-menerus mengejar maksiat telah menyiapkan tempat untuk dirinya di neraka, secara spiritual dia berjalan ke arah itu.

Bab 2 Maqolah Ke 7: Dua Pencarian

(وَ) الْمَقَالَةُ السَّابِعَةُ (عَنْ يَحْيَى بْنِ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَا عَصَى اللَّهَ كَرِيمٌ) أَيْ حَمِيْدُ الْفِعَالِ وَهُوَ مَنْ يُكْرِمُ نَفْسَهُ بِالتَّقْوَى وَبِالْإِحْتِرَاسِ عَنِ الْمَعَاصِي (وَلَا آثَرَ الدُّنْيَا) أَيْ لَا قَدَمَهَا وَلَا فَضْلَهَا (عَلَى الْآخِرَةِ حَكِيمٌ) أَيْ مُصِيبٌ فِي أَفْعَالِهِ وَهُوَ مَنْ يَمْنَعُ نَفْسَهُ مِنْ مُخَالَفَةِ عَقْلِهِ السَّلِيمِ.

Maqolah yang ke tujuh (Dari yahya bin ma'adz Radhiallahu Anhu : Tidak mungkin berbuat maksiat kepada Allah orang yang mulia) Maksudnya orang yang terpuji perbuatannya. Orang yang mulia adalah orang yang memuliakan dirinya dengan perbuatan taqwa dan dengan menjaga dirinya dari perbuatan maksiat (Dan tidak mungkin mengutamakan dunia) Maksudnya tidak mungkin mendahulukan dunia dan tidak mungkin mengutamakan dunia (Dari akhirat orang yang bijaksana) Maksudnya orang yang senantiasa tepat dalam perbuatan-perbuatannya. Orang yang bijaksana adalah orang yang mencegah dirinya dari menentang akal sehatnya.

Makna dan Kandungan:
Orang yang memuliakan dirinya dengan takwa dan menjauh dari maksiat, tidak akan menjatuhkan dirinya dalam kehinaan (maksiat). Orang bijaksana tidak akan mengutamakan dunia yang fana atas akhirat yang abadi.

Taqwa dan kebijaksanaan adalah indikator kecerdasan spiritual dan moral. Menjaga diri dari maksiat adalah bentuk penghargaan tertinggi terhadap diri sendiri. Mendahulukan akhirat bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi menempatkan prioritas yang benar sesuai dengan nilai kekal dan nilai sementara.

Bab 2 Maqolah Ke 8: Dua Modal yang Berbeda Hasilnya

(وَ) الْمَقَالَةُ الثَّامِنَةُ (عَنِ الْأَعْمَشِ) اسْمُهُ سُلَيْمَانُ بْنُ مَهْرَانَ الْكُوفِيُّ (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ التَّقْوَى كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ رِبْحِ دِينِهِ ، وَمَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ الدُّنْيَا كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ خُسْرَانِ دِينِهِ) وَالْمَعْنَى مَنْ تَمَسَّكَ عَلَى التَّقْوَى بِامْتِثَالِ أَوَامِرِ اللَّهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابِ الْمَعَاصِي بِأَنْ أَسَّسَ أَفْعَالَهُ بِمُوَافَقَاتِ الشَّرْعِ فَلَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ لَا تُحْصَى، وَمَنْ تَمَسَّكَ عَلَى أُمُورٍ مُخَالِفَاتٍ لِلشَّرْعِ فَلَهُ سَيِّئَاتٌ كَثِيرَةٌ عَجِزَتِ الْأَلْسُنُ عَنْ ذِكْرِ ذَلِكَ بِالْعَدَدِ.

Maqolah yang ke delapan (Dari A'mas) Nama aslinya adalah Sulaiman Bin Mahran Al-Kufi (Rodhiallahu Anhu : Barang siapa yang modal utamanya takwa maka menjadi letih lisan-lisannya dari mensifati keuntungan agamanya. Barang siapa yang modal utamanya dunia maka menjadi letih lisan-lisannya dari mensifati kerugian agamanya) Ma'nanya adalah barang siapa yang berpegang teguh pada takwa dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dengan mendasarkan perbuatan perbuatannya sesuai dengan hukum syariat maka untuknya kebaikan-kebaikan yang banyak tidak terhitung. Barang siapa yang berpegang teguh pada perkara-perkara yang menyelisihi hukum syara maka untuknya keburukan-keburukan yang banyak yang menjadikan tidak mampu lisan-lisannya dari menyebutkan keburukannya dengan hitungan.

Makna dan Kandungan:
Takwa sebagai modal utama akan mendatangkan keuntungan spiritual yang tidak terhitung. Dunia sebagai modal hidup akan berakhir pada kerugian akhirat yang tak terbayangkan.

Modal hidup seorang mukmin sejatinya adalah takwa, bukan harta, kedudukan, atau kekuasaan. Keuntungan orang bertakwa tidak hanya di akhirat, tetapi juga dalam ketenangan batin di dunia. Sebaliknya, orang yang menjadikan dunia sebagai fokus utama akan rugi dua kali: di dunia (dengan kekhawatiran yang tak berujung) dan akhirat (dengan azab yang kekal).

Ibad Bab 2 Maqolah Ke 9: Dua Dasar Ma’siyat

(وَ) الْمَقَالَةُ التَّاسِعَةُ (عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَهُوَ شَيْخُ الْإِمَامِ مَالِكٍ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَاشِئَةٍ (عَنْ شَهْوَةٍ) أَيْ اشْتِيَاقِ النَّفْسِ إِلَى شَيْئٍ (فَإِنَّهُ يُرْجَى غُفْرَانُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَشَأَتْ (عَنْ كِبْرٍ) أَيْ دَعْوَى الْفَضْلِ (فَإِنَّهُ لَا يُرْجَى غُفْرَانُهَا لِأَنَّ مَعْصِيَةَ اِبْلِيْسَ كَانَ أَصْلُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (مِنَ الْكِبْرِ) يَزْعُمُ أَنَّهُ خَيْرٌ مِنْ سَيِّدِنَا آدَمَ (وَ) لِأَنَّ (زَلَّةَ) سَيِّدِنَا (آدَمَ) عَلَيْهِ السَّلَامُ (كَانَ أَصْلُهَا مِنَ الشَّهْوَةِ) بِسَبَبِ اشْتِيَاقِهِ إِلَى ذَوْقِ ثَمَرَةِ شَجَرَةِ الشَّهْوَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا.

Maqolah yang ke sembilan (Dari sufyan Ats-tsauri Radhiallahu Anhu) Dia adalah gurunya Imam Malik (Setiap kemaksiatan) Yang muncul (Dari nafsu) Maksudnya inginnya nafsu pada sesuatu (Maka sesungguhnya bisa diharapkan diampuninya) Maksudnya Maksiat Itu. (Setiap kemaksiatan) Yang muncul (Dari sifat sombong) Maksudnya mengaku lebih utama (Maka sesungguhnya tidak bisa diharapkan diampuninya maksiat itu karena maksiat Iblis asal mulanya) Maksudnya maksiat (Karena sombong) Dia mengklaim dirinya lebih baik dari nabi Adam (Dan) Karena (Kesalahan) Sayyidina (Adam) Alaihissalam (Asal mulanya dari syahwat) Karenan Inginnya nabi Adam mencicipi buah Khuldi yang sejatinya itu dilarang.

Makna dan Kandungan:
Maksiat karena syahwat (keinginan nafsu) masih dapat diharapkan pengampunannya, seperti dosa Nabi Adam a.s. Maksiat karena kesombongan (merasa lebih tinggi, seperti Iblis), lebih berbahaya dan sulit mendapat ampunan.

Perbedaan motivasi maksiat sangat penting. Syahwat adalah kelemahan manusia, dan Allah Maha Pengampun bagi hamba yang menyesal. Kesombongan adalah bentuk pemberontakan dan penolakan terhadap perintah Allah. Ini membuat pelakunya jauh dari ampunan kecuali dengan taubat yang sungguh-sungguh. Iblis dilaknat bukan karena dia berbuat maksiat secara fisik, tetapi karena kesombongannya menolak perintah Allah.

Kesimpulan, keempat maqolah ini mengajak kita untuk:
1. Menjadikan ilmu dan takwa sebagai orientasi hidup.
2. Menjaga diri dari maksiat, terutama yang bersumber dari kesombongan.
3. Mengutamakan akhirat daripada dunia.
4. Menilai hidup dengan perspektif akhirat, bukan hanya dunia.

Sumber: lilmuslimin
Editor: Imam edi Siswanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

80 Ribu Gerai KDMP Mulai Dibangun, PAI KUA Kalimanah Ikut Ambil Bagian

PAI KUA Kalimanah,  Azizah Dwi Purba (kanan) dan  Zamroni Irham saat menghadiri acara peletakan batu pertama pembangunan 80.000 gerai pergud...