Rabu, 03 September 2025

#5 Kajian Rutin KUA Kalimanah Kitab Nashoihul Ibad: Dua Perumpamaan Masuk Kubur, Dua Kemuliaan dan Dua Kesedihan

Kajian rutin setiap Rabu Pagi edisi ke 5 KUA Kalimanah Purbalingga, membahas tentang “Dua Perumpamaan Masuk Kubur, Dua Kemuliaan dan Dua Kesedihan", Kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Rabu (3/9/2025). (Foto: Rizal)

Purbalingga-Pada kajian edisi ke 5 KUA Kalimanah Purbalingga, membahas “Dua Perumpamaan Masuk Kubur, Dua Kemuliaan dan Dua Kesedihan", Kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani merupakan salah satu kitab klasik yang sarat dengan nasihat dan pelajaran moral. Rabu (3/9/2025).

BACA: https://kuakalimanah.blogspot.com/search/label/Kajian%20Kitab

Beliau menyampaikan peringatan penting mengenai akhir kehidupan manusia dan kondisi yang akan dialami ketika memasuki alam kubur.

Dua perumpamaan ini menggambarkan perbedaan nasib antara orang yang beramal baik dan yang berbuat dosa, menegaskan bahwa kubur bisa menjadi taman dari taman-taman surga atau sebaliknya, menjadi lubang dari lubang neraka.

Dua kemuliaan yang dimaksud dalam perumpamaan ini merujuk pada nikmat bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu diterimanya amal kebaikan dan kebahagiaan di alam barzakh sebagai bentuk penghormatan dari Allah.

Kajian rutin setiap Rabu Pagi edisi ke 5 KUA Kalimanah Purbalingga, membahas tentang “Dua Perumpamaan Masuk Kubur, Dua Kemuliaan dan Dua Kesedihan", Kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Rabu (3/9/2025). (Foto: Rizal)

Sedangkan dua kesedihan mengacu pada penderitaan bagi orang-orang yang lalai, yakni penyesalan tiada akhir dan siksa kubur yang pedih. Perumpamaan ini tidak hanya menggugah rasa takut, tetapi juga menyentuh kesadaran spiritual agar manusia senantiasa memperbaiki amal sebelum ajal menjemput.

Pesan moral yang terkandung dalam perumpamaan tersebut sangat kuat: bahwa kehidupan dunia adalah ladang amal dan kematian adalah pintu menuju pembalasan yang pasti.

Syaikh Nawawi dengan hikmah menyampaikan bahwa manusia hendaknya selalu mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan setelah mati. Melalui perumpamaan ini, beliau tidak hanya menyampaikan ancaman, tetapi juga motivasi untuk hidup lebih bermakna dengan memperbanyak amal baik dan menjauhi maksiat.

Bab 2 Maqolah 3: Dua Perumpamaan Masuk Kubur

(وَ) الْمَقَالَةُ الثَّالِثَةُ : (عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَنْ دَخَلَ الْقَبْرَ بِلَا زَادٍ) أَيْ مِنَ الْعَمَلِ الصَّالِحِ (فَكَأَنَّمَا رَكِبَ الْبَحْرَ بِلَا سَفِينَةٍ) أَيْ فَيَغْرَقُ غَرَقًا لَا خَلَاصَ لَهُ إِلَّا بِمَنْ يُنْقِذُهُ كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَا الْمَيِّتُ فِي قَبْرِهِ إِلَّا كَالْغَرِيقِ الْمُغَوِّثِ) أَيْ الطَّلَبِ لِأَنْ يُغَاثَ.

Maqolah yang ke tiga (Dari Abu Bakar As-siddiq Semoga Allah meridhoinya : Orang yang masuk ke liang lahat / qubur tanpa bekal) Maksudnya bekal dari amal sholeh (Seakan ia mengarungi lautan tanpa menaiki perahu) Maksudnya tentu ia akan hanyut tenggelam dengan sebenar benarnya hanyut yang tiada keselamatan baginya kecuali dengan syafaatnya orang yang akan menyelamatkan dia sebagaimana Nabi ﷺ bersabda : (Tiadalah mayit itu di alam quburnya melainkan seperti orang yang hanyut / tenggelam teriak teriak minta tolong) Maksudnya mencari pertolongan.

Maqolah ketiga dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengandung makna yang sangat dalam tentang pentingnya amal sholeh sebagai bekal sebelum mati. Perumpamaan orang yang masuk ke kubur tanpa bekal amal diibaratkan seperti orang yang mengarungi lautan tanpa perahu, suatu perjalanan yang mustahil selamat tanpa alat bantu. Ini menegaskan bahwa kehidupan setelah mati sangat bergantung pada apa yang telah dipersiapkan selama hidup di dunia.

Lautan yang dimaksud adalah alam kubur dan akhirat, penuh dengan ujian dan kesulitan. Seseorang yang tidak membawa amal sholeh seperti shalat, sedekah, puasa, dan amal kebaikan lainnya, akan menghadapi kebinasaan seperti orang yang tenggelam, tanpa daya, dan hanya bisa berharap pertolongan. Di sinilah letak pentingnya syafaat, khususnya dari Nabi Muhammad ﷺ, sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang masih memiliki harapan meski bekalnya minim.

Dengan demikian, maqolah ini mengajarkan bahwa hidup bukan sekadar menjalani waktu, tetapi menabung bekal untuk kehidupan yang kekal. Ia juga menjadi peringatan agar manusia tidak tertipu oleh kesenangan dunia dan melalaikan akhirat. Bekal amal sholeh adalah satu-satunya "perahu keselamatan" yang dapat menyelamatkan seseorang dari tenggelam dalam penderitaan alam kubur.

Bab 2 Maqolah 4: Dua Kemuliaan

(وَ) الْمَقَالَةُ الرَّابِعَةُ : (عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) نُقِلَ عَنِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْمُعْطِي السَّمْلَاوِيِّ (أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : صِفْ لِي حَسَنَاتِ عُمَرَ فَقَالَ لَوْ كَانَتِ الْبِحَارُ مِدَادًا وَالشَّجَرُ أَقْلَامًا لَمَا حَصَرْتُهَا ، فَقَالَ صِفْ لِي حَسَنَاتِ أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ : عُمَرُ حَسَنَةٌ مِنْ حَسَنَاتِ أَبِي بَكْرٍ).

Maqolah yang ke empat dari : (Dari Umar Radhiallahu Anhu) Dinukil dari syaikh Abdul mu'ti As-Samlawi (Sesungguhnya Nabi berkata kepada Malaikat Jibril Alaihissalam : Wahai jibril sebutkan kepadaku kebaikan-kebaikan Umar ! Lalu Malaikat Jibril berkata : Andai laut-laut menjadi tintanhya pohon pohon menjadi penanya niscaya aku tidak akan bisa menghitung kebaikan kebaikan Umar. Kemudian Nabi berkata kepada Malaikat Jibril : Wahai Jibril sebutkan kepadaku kebaikan-kebaikan Abu Bakar ! lalu Malaikat Jibril berkata : Kebaikan Umar adalah satu kebaikan dari kebaikan kebaikannya Abu Bakar).

(عِزُّ الدُّنْيَا بِالْمَالِ وَعِزُّ الْآخِرَةِ بِصَالِحِ الْأَعْمَالِ) أَيْ فَلَا تَتَقَوَّى أُمُورُ الدُّنْيَا وَلَا تَصْلُحُ إِلَّا بِالْأَمْوَالِ وَلَا تَتَقَوَّى أُمُورُ الْأُخَرَةِ وَلَا تَصْلُحُ إِلَّا بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ.

(Kemuliaan dunia itu dengan harta dan kemuliaan akhirat itu dengan amal sholeh) Maksudnya tidaklah menjadi kuat perkara-perkara dunia dan tidak bisa menjadi baik perkara perkara dunia kecuali dengan harta dan tidaklah menjadi kuat perkara-perkara akhirat dan tidak bisa menjadi baik perkara-perkara akhirat kecuali dengan amal sholeh.

Maqolah ini mengandung pesan bijak bahwa setiap dimensi kehidupan memiliki fondasi utama yang menunjang keberhasilannya: dunia dengan harta dan akhirat dengan amal sholeh. Harta dibutuhkan untuk menopang kehidupan dunia seperti memenuhi kebutuhan, membangun peradaban, dan membantu sesama, namun ia tidak memiliki nilai untuk keselamatan akhirat jika tidak digunakan dengan benar.

Sebaliknya, amal sholeh adalah "mata uang" akhirat yang menjadi penentu derajat dan keselamatan seseorang di sisi Allah. Maka, pernyataan ini menekankan keseimbangan: gunakan harta untuk kebaikan dunia sekaligus sebagai sarana memperbanyak amal sholeh, karena tanpa keduanya, baik urusan dunia maupun akhirat akan rapuh dan tidak akan sempurna.

Bab 2 Maqolah 5: Dua Kesedihan

(وَ) الْمَقَالَةُ الْخَامِسَةُ (عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : هَمُّ الدُّنْيَا ظُلْمَةٌ فِي الْقَلْبِ وَهَمُّ الْآخِرَةِ نُورُ الْقَلْبِ) أَيْ الْحُزْنُ فِي الْأُمُورِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالدُّنْيَا صَارَ مُظْلِمًا فِي الْقَلْبِ وَالْحُزْنُ فِي الْأُمُورِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْآخِرَةِ صَارَ مُنَوِّرًا لِلْقَلْبِ ، اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا.

Maqolah yang ke lima (Dari Utsman Radhiallahu Anhu : Bersedih karena urusan dunia menjadikan kegelapan dalam hati. Bersedih karena urusan akhirat menjadikan cahaya dalam hati). Maksudnya kesedihan di dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan dunia pasti akan menjadikan kegelapan dalam hati. Bersedih di dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan akhirat pasti akan menjadikan cahaya dalam hati. Ya Allah janganlah engkau jadikan dunia sebesar-besarnya kesedihan kami dan janganlah engkau jadikan dunia sebagai tujuan dari ilmu kami.

Maqolah dari Utsman Radhiallahu ‘Anhu ini mengajarkan perbedaan mendasar antara kesedihan yang lahir dari kecintaan terhadap dunia dan kesedihan yang tumbuh karena rasa takut dan harap terhadap akhirat.

Kesedihan karena kehilangan dunia, seperti harta, jabatan, atau pujian manusia, menyebabkan kegelapan hati, karena mengikat jiwa pada sesuatu yang fana dan sering menumbuhkan keluh kesah, iri, serta lalai dari tujuan hidup yang sebenarnya.

Sebaliknya, kesedihan karena urusan akhirat, seperti kekhawatiran atas kurangnya amal, takut akan siksa, atau keinginan untuk lebih dekat kepada Allah, justru menjadi sumber cahaya hati, karena memotivasi taubat, ibadah, dan kebaikan.

Doa penutup dalam maqolah ini mengajarkan agar orientasi hidup tidak terjebak pada dunia semata, tetapi terfokus pada bekal untuk kehidupan yang abadi.

Kajian rutin singkat namun cukup mendalam ini dihantarkan oleh PAI KUA Kalimanah Pujianto dan Sarah atau penjelasan oleh Amin Muakhor.(*)

Sumber: lilmuslimin.com
Editor : Imam Edi Siswanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

80 Ribu Gerai KDMP Mulai Dibangun, PAI KUA Kalimanah Ikut Ambil Bagian

PAI KUA Kalimanah,  Azizah Dwi Purba (kanan) dan  Zamroni Irham saat menghadiri acara peletakan batu pertama pembangunan 80.000 gerai pergud...